make your own happiness!

Senin, 19 Agustus 2019

"Their words, their words kill me."

06.08 Posted by amaliasals 2 comments


Kalian percaya nggak kata-kata bisa membentuk seseorang? Bahkan, kata-kata bisa lebih kuat diingat oleh kita dibanding perbuatan. Percaya nggak kata-kata bisa membunuh seseorang?

Cuitan ini pernah melintas di timeline Twitter aku beberapa waktu lalu:

ppl: who hurt you? your friends?
me: no
ppl: your parents?
me: no
ppl: then who?
me: their words. their words kill me the most.

Saat aku baca itu yang terlintas dipikiran aku, "Whoa, I really can relate with this one." Kejam juga ya orang-orang membunuh seseorang hanya dengan kata-kata yang mereka lontarkan. Nggak berbentuk, nggak ada wujudnya, yet really hurt tho.

Ngomong-ngomong soal perkataan, aku juga harus menggaris bawahi bahwa aku juga nggak sesempurna itu. Aku suka ngomong nyeleneh, iya. Aku suka mengomentari perlakuan orang, iya. Dan bahkan aku juga pasti pernah menyakiti seseorang hanya dengan perkataan aku, disadari atau nggak. Biasanya kalau aku sadar, aku suka merutuki diri sendiri karena bertindak bodoh kayak gitu. Kalau keberanian dan nyali aku besar, aku langsung minta maaf. Tapi seringnya, aku terlalu takut dan malu untuk meminta maaf. Haha dasar manusia. Dasar aku. Gimanapun juga, kita semua masih belajar, kan? Dan tulisan ini pun aku buat bukan semata-mata aku udah menjadi sosok yang aku harapkan dalam tulisan ini. Bukan berarti aku nggak pernah menyakiti orang lewat perkataanku. Aku cuman mau berbagi pikiran aku, yang udah lama banget diem di pojokan, sendirian, nggak dibagikan ke siapapun dan di manapun. Akhirnya, sekarang aku berani bahas soal ini.

Alasan sebenernya karena baru beberapa hari yang lalu aku daftar jadi pengajar di salah satu komunitas yang dibuat oleh mahasiswa Bandung. Komunitas ini sebenarnya lebih menekankan perihal pendidikan ruhiniyah dibanding dengan pendidikan formal seputar pelajaran eksak. Jadi pengajar dituntut bukan hanya mengajar aja, namun juga membimbing. Biar lebih ngena lagi, bisa dibilang komunitas ini agamis gitu, lho. Sekarang kebayang kan berarti ini seputar apa? Iya, kumpulan ukhti-ukthi dan akhi-akhi.

Aku daftar, meski awalnya ragu karena aku bukan orang yang seperti itu. Cuman, aku ingin belajar dan cari pengalaman. Jadilah aku iseng-iseng daftar dan ternyata lolos tahap satu! Wah, lumayan seneng tapi begitu lihat pesaing aku dari universitas ternama di Bandung (ituloh kampus gajah duduk. haha.) aku langsung down. Aku pikir aku nggak akan lanjut, deh. Udah cukup sampai sini aja, nggak usah ikut wawancara.

Tapiiiii sebenernya, jauh dilubuk hati aku yang paling dalam, aku takut. Bukan minder dengan mahasiswa-mahasiswa ITB itu (meski iya lah, minder) tapi aku takut sama orang-orang di sekitar aku. Takut soal judgement mereka tentang aku kalo misalnya aku keterima. MISAL YA MISAL. Aku tau sih itu masih jauh banget, tapi aku udah takut duluan. Mau tau kenapa? Karena aku sebelumnya udah pernah diejek karena ikut UKM keagamaan. Hehe.

Aku tau aku bukan orang yang agamis. Aku masih banyak banget melanggar syariat Islam. Sholat? Aku suka sholat, tapi diakhir waktu. Padahal aku tau ada ayat yang bunyinya, "Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." Aku juga pakai jilbab, tapi bukan jilbab yang seharusnya. Masih belum menutup dada? Iya. Jipon alias jilbab poni? Iya juga. Aku perempuan tapi masih suka pakai celana. Celana ketat, iya. Aku masih suka pakai baju yang lengannya 3/4 juga iya. Iya, aku bukan muslimah yang baik, aku sadar banget. Tapi tau nggak sih yang paling susah dan mahal di dunia ini tuh apa? Hidayah. Mungkin aku emang belum tersentuh hatinya untuk sepenuhnya mengikuti ajaran Islam. Aku cuman sebatas Muslim turunan keluarga doang. Aku sadar betul sebenernya. Maka dari itu, aku ingin berubah. Cuman memang susah banget. Itulah alasan kenapa aku ikut UKM keagamaan meski jilbab aku belum sepanjang mereka. Alasan kenapa aku masih ikut perkumpulan pengajian selama sekolah. Bukan karena aku sholehah. Ya ampun, kalau Amel sholehah orangtua aku bahagia banget kali, ya. Tapi karena aku mengenali diri aku yang penuh dosa ini. Aku ingin berubah.

Aku selalu punya pikiran, "Oke lah, aku nggak sholeh, aku nggak pinter, aku nggak bisa tampil di depan umum. Tapi yang paling penting, aku harus dikelilingi orang-orang sholeh. Aku harus punya temen-temen pinter dan jago public speaking. At least, mungkin aku bakal kecipratan kesolehan, kepintaran, dan kehalian mereka." Alasan yang sama kenapa aku ikut BEM. Bukan karena aku aktif, supel, dan jago bicara. TAPI karena aku ingin belajar.

Aku selalu seberusaha mungkin mendekatkan diri aku ke orang-orang baik. Berusaha ikut dalam kumpulan yang bermanfaat. Karena aku tahu aku bukan orang-orang yang kayak gitu. Aku butuh dukungan. Aku juga butuh dorongan. Seenggaknya, lingkungan bisa membentuk aku.

Mungkin orang-orang aneh liat kelakuan dan pemampilan aku yang tidak merepresentasikan UKM keagamaan itu. Maka dari itu kebanyakan temen-temen aku kaget saat tahu aku adalah salah satu anggota UKM tersebut. 

"Hah, seriusan Amel UKM Assalam?"
"Masa UKM Assalam pakaiannya kayak gitu."
"Assalamualaikum, ukhti."

Yaaa pokoknya aku sering banget deh digoda gitu. Kalau aku pakai rok juga (karena hari itu ada perkumpulan UKM), mereka suka cie-ciein aku pakai rok. Aku tau kok itu semua sebenernya cuman bercandaan. Aku juga menanggapinya dengan candaan balik. Ketawa-ketawa juga. Tapi sebenernya lelah juga sih dikatain gitu. Jatuhnya aku jadi minder dan kayak ingin menyerah gitu loh. Iya, ya, mending aku nggak usah ikut lagi aja kali, ya?

Itu juga yang buat aku ragu apa aku ikut wawancara atau nggak. Aku nggak mau orang-orang buat bercandaan atau statement tentang aku yang bukan seharusnya. Aku males. Tapi untungnya aku, temen-temen deketku selalu mendukung aku. "Ayo Mel, nggak apa-apa. Namanya juga belajar. Semua juga belajar." nggak satu orang doang yang ngomong gitu. Aku jadi seneng dan semangat lagi. Biarin lah apa kata orang, yang penting aku harus ingat selalu apa tujuan aku melakukan suatu hal itu. 

Hampir aja, HAMPIR, perkataan orang-orang menghambat apa yang ingin aku lakukan. See how words affect someone so much? Meskipun hanya sekadar candaan?

Mungkin beberapa di antara kalian yang baca ini ada yang berpikir, "Alah, lebay gitu doang." But darling, you'll never know what someone has been through in his/her life:) You can't judge him by saying "Lebay amat." "Kalau aku sih..." NO, you can't. Semua orang punya titik lemah dalam hidupnya.

Oh, iya. Kalau kita nggak punya perkataan baik tentang seseorang, lebih baik diem. Kubur dalam-dalam aja. Aku pernah baca di See You in The Cosmos karya Jack Cheng,


LACEY’S MOTHER: Lacey, when we don’t have anything nice to say about a person, then we…
LACEY: -----
LACEY’S MOTHER: We what, Lacey?
LACEY: Don’t say it.
[train horn blaring]
LACEY’S MOTHER: That’s right, we don’t say it.
(See You in the Cosmos by Jack Cheng, page 30)

Kalau orang-orang saling mengerti satu sama lain, enak kan jadinya? Dunia pasti jauh lebih indah.

Sebenernya banyak juga pengalaman aku seputar perkataan orang-orang yang membunuh aku. The worst one is, being told you can't do something by your teacher:) udah paling parah sih menurut aku kalau guru salah bicara. Seperti apa yang pernah aku alami. Tapi, sepertinya udah terlalu kepanjangan nih tulisan ini. Jadi mungkin nanti bisa kita bahas lain waktu.

Ingat ya, aku juga masih suka ngomong yang nggak baik. Tapi aku ingin belajar. Semua juga harus belajar. Spread love! Peace!

2 komentar: