make your own happiness!

Minggu, 27 Oktober 2019

Apa Kabar Pembajakan Buku Sekarang Ini?

07.22 Posted by amaliasals No comments

Dua tahun yang lalu, saat saya pulang ke rumah dan menemukan novel baru, seperti biasa saya langsung mengobservasi keseluruhan isi buku. Mulai dari sampulnya, saya merasa aneh karena bahan dari sampul tersebut terasa licin, seperti kertas untuk mencetak foto. Begitu saya membuka isinya, kata-kata tercetak dengan tidak rapih di kertas, seperti yang biasa terjadi jika kita meng-fotocopy buku. Penasaran, saya bertanya kepada ayah saya.
"Yah, ini buku siapa?"
Ayah saya menjawab, dengan nada tinggi, terdengar kesal. "Itu si Kuna (panggilan adik saya) beli di Jogja. Ketipu dia! Buku bajakan!"
Tidak heran ayah saya merasa sangat kesal. Beliau penulis, pasti mengerti betul dampak yang akan dirasakan penulis jika karyanya dibajak.
Di sisi lain, mengejutkannya, adik saya tidak tahu. Dia mengaku membeli buku tersebut karena harganya yang murah.
Saya tanya, "Berapa emangnya?"
"45 ribu," jawabnya, dengan polos.
Hah! Bahkan 45 ribu masih terdengar mahal untuk buku bajakan. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Memang, jika dibandingkan dengan harga buku yang normalnya, harga tersebut dua kali lipat lebih murah. Saya dengan kesal menyadari kenutungan yang didapat pembajak. Wah, bisa-bisa dia lebih banyak mendapat keuntungan dibanding penulis asli.

Pembajakan Buku di Era Ini

Mirisnya, dari kejadian yang adik saya alami, saya menyadari di luar sana orang-orang masih belum mengetahui eksistensi buku bajakan. Mungkin memang adik saya yang bukan benar-benar pecinta buku, sehingga dia tidak tahu itu. Tetapi, mirisnya lagi, istilah buku bajakan sekarang ini berganti kata menjadi "repro" atau buku reproduksi. Istilah itu diperhalus sehingga rasanya pembajakan buku bukan sesuatu yang ilegal.
Selain kaum-kaum seperti adik saya yang tidak tahu menahu soal buku bajakan, banyak di luar sana yang memang mengetahui buku bajakan tetapi seolah-olah tutup telinga dan mata ketika mereka membeli buku bajakan. Ya begitu, karena istilah repro itu, sebagian orang ada yang beranggapan bahwa dia tidak melakukan kejahatan.
Sekarang ini, buku-buku bajakan dengan percaya dirinya terpampang di mana-mana. Baik itu toko buku offline maupun online. Belum lagi karena era digitalisasi yang berkembang saat ini, lahirlah e-book untuk memudahkan pembaca, tetapi sayangnya justru hal itu juga menjadi peluang bagi para penjahat buku. Tersebarlah e-book secara ilegal. Bahkan, pencarian Google dengan mudahnya membantu para pencari e-book ilegal. Banyak web yang menyediakan e-book ilegal secara gratis. Iya, gratis! Matilah para penulis di luar sana.
Untungnya, sekarang ini banyak pegiat yang berusaha menghapus buku-buku bajakan, mereka memperjuangkan hak-hak yang seharusnya dimiliki banyak pihak. Seperti contohnya Kosorsium Penerbit Jogja yang melaporkan perkara pembajakan buku ke Polda DIY pada Rabu, 21 Agustus 2019.
Ada juga yang berjuang dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pembajakan buku dengan cara yang menarik, seperti contohnya Mizan. Penerbit buku satu ini mengadakan FESTIVAL BAJAK BENTANG. Mizan meraih perhatian masyarakat dengan memberikan diskon, mengadakan flash sale dengan harga yang sangat miring, dan mengadakan lomba vlog dan blog tentang pembajakan buku. Jalan yang benar-benar cerdik untuk menarik perhatian masyarakat terhadap pembajakan buku!

sumber: https://www.instagram.com/p/B3zN8U_nyG9/


Alasan Mengapa

Baru tadi sore saya membaca cuitan yang muncul di beranda saya. Cuitan tersebut berasal dari salah satu akun khusus buku. Cuitan itu berisi:

sumber: https://twitter.com/literarybase/status/1188324583004237824

Nah, pas sekali. Saya baca satu per satu jawaban para pengguna twitter.

sumber: https://twitter.com/literarybase/status/1188324583004237824


Banyak yang mengaku masih membaca e-book secara ilegal. Alasan paling utamanya, harga.
Saya akui, sebagai pelajar yang masih mengandalkan uang saku dari orangtua, saya juga merasa berat untuk membeli buku. Saya bahkan harus rela tidak jajan selama satu bulan jika saya memang benar-benar ingin membeli buku.

Kenapa harus berhenti membajak buku?

Hal-hal negatif apa sih yang akan terjadi kalau kita membajak buku dan terus-terusan memuaskan dan menghidupkan pasar buku bajakan? Banyak hal negatif yang timbul!
Korban paling utama, sudah pasti, adalah penulis. Jika kita berkata ke orangtua kita bahwa kita ingin jadi penulis, sebagian orangtua akan ragu. "Hah? Jadi penulis aja? Mau makan apa nanti?" Ya, memang pendapatan penulis bukan sesuatu yang pasti seperti pekerjaan lainnya. Tapi, padahal, disadari atau tidak, kita sendiri yang membuat pekerjaan penulis menjadi sesuatu yang kecil. Ya, dengan pembajak itu. Dengan membajak buku, penulis tidak mendapat royalti yang seharusnya.
Bukan hanya penulis saja, karena sebetulnya menerbitkan suatu buku itu melewati proses yang tidak mudah dan panjang. Editor, ilustrator, dan penerbit itu sendiri juga akan terancam.
Dan, disadari atau tidak, sebagai penikmat buku bajakan juga akan terkena dampak buruk juga. Mereka yang menikmati buku bajakan harga dirinya sudah jatuh karena tidak menghargai orang lain. Bisa-bisa juga mereka mental mereka menjadi jelek karena menikmati karya orang dengan jalan yang salah. Seperti apa yang dikatakan sastrawan Agus Noor, bahwa pembajakan buku termasuk sebagai salah satu kejahatan moral.

Jadi bagaimana?

Banyak hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghindari pembajakan buku. Melihat fenomena sekarang ini dan pengalaman yang saya punya, berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghindari buku bajakan:

1.  Meminjam buku

Jika tidak mampu membeli buku, kenapa tidak meminjamnya saja? Banyak loh, perpustakaan di luar sana yang menawarkan berbagai macam buku, baik offline maupun online. Mulai dari perpustakaan daerah, perpustakaan sekolah/kampus, sampai iPusnas (perpustakaan digital). Koleksinya beragam, gratis pula! Jika memang biaya yang menjadi masalah, ini merupakan solusi terbaik. Selain itu juga, kita bisa meminjam buku pada orang-orang di sekitar kita. Biasanya, para pecinta buku tidak masalah kok dengan peminjam buku. Malah, saya pribadi senang karena itu artinya saya membagi kebahagiaan saya kepada orang-orang sekitar. Tapi ingat ya, jaga bukunya baik-baik karena jika koleksi buku yang dimiliki pecinta buku rusak atau kotor, bisa-bisa mereka mengeluarkan api dari mulutnya. Hehe.

2. Berburu buku diskon

Lagi-lagi masalah biaya. Bagi mereka yang berkata uangnya sedikit untuk membeli buku, pasti mereka kurang giat mencari diskon. Karena sebetulnya, sekarang ini banyak event yang menawarkan buku dengan harga murah. Original, murah lagi! Seperti contohnya event Out of the Box Mizan. Jujur, saya benar-benar terbantu dengan event itu karena saya bisa membeli banyak buku berkualitas dengan harga miring! Haha. Maklum, saya anak kos yang untuk makan saja irit. Oh iya, Mizan juga sering menawarkan diskon untuk pembelian secara online. Banyak juga yang mengeluh ketika membeli buku online mengingat ada ongkos kirim yang harus dibayar. Nah, nggak usah galau lagi karena sekarang Mizan memberi ongkir secara gratis, loh! Ayo cek toko online Mizan sekarang!
sumber: mizanstore.com

3. Beli buku bekas saja!

Daripada buku bajakan yang tidak jelas antah berantahnya dan merugikan banyak pihak, alangkah bijaknya jika kita membeli buku bekas yang memang original dengan harga miring. Di luar sana, banyak pecinta buku yang melepas koleksi mereka karena alasan-alasan tertentu. Nah, jadikan itu peluang untukmu membeli buku idaman, ya! Karena biasanya buku bekas, atau sering juga disebut preloved, pecinta buku ini kondisinya masih bagus ditambah harga yang turun dari harga aslinya. Saya pribadi sering melakukan transaksi pembelian buku bekas. Sedikit tips, nih, kamu bisa mencari buku bekas yang terpercaya di Instagram para bookstagram, atau juga di Line Square jual beli buku. Pastikan kamu melihat keadaan buku itu ya sebelum membelinya, biar kamu tidak kecewa.

Ayo perangi buku bajakan! You must wouldn't want to live in a world without books, won't you?

0 komentar:

Posting Komentar